Hari Rachmadi, S.E., M.M.
NIDN : 0505076501
e-mail :harri.rachmadi@yahoo.com
Dosen Sekolah Tinggi Pariwisata AMPTA Yogyakarta
(Hari Ravhmadi, amptajurnal/harirachmadi,se.ac.id)
Review
Pariwisata internasional pada tahun 2004 mencapai kondisi tertinggi sepanjang sejarah dengan mencapai 763 juta orang dan menghasilkan pengeluaran sebesar US$ 623 miliar (Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, 2005). Kondisi tersebut meningkat 11% dari jumlah perjalanan tahun 2003 yang mencapai 690 juta orang dengan jumlah pengeluaran US$ 524 miliar. Diperkirakan jumlah perjalanan wisata dunia di tahun 2010 akan mencapai 1 miliar orang dan di tahun 2020 akan menembus 1,5 miliar orang per tahun.
Peningkatan jumlah per-jalanan wisata internasional di tahun 2004 tampaknya akan terulang di tahun 2005, walaupun angka resmi dari UN-WTO belum dikeluarkan (Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, 2006). Namun demikian perjalanan wisata di dunia masih dihadapkan kepada permasalahan-permasalahan besar yang meliputi ancaman terorisme dan penyebaran penyakit memati-kan (pandemi) yang melanda dunia akhir-akhir ini. World Travel and Tourism Council (WTTC) yang berkedudukan di London, Inggris, pada tahun 2003 telah menerbitkan suatu dokumen yang menggambar-kan arah perubahan hubungan antara para pelaku kepariwisataan. Jumlah perjalanan wisatawan manca-negara (wisman) di Indonesia pada tahun 2004 mengalami pertumbuhan sebesar 19,1% dibanding tahun 2003. Penerimaan devisa mencapai US$ 4,798 miliar, meningkat 18,8% dari penerimaan tahun 2003 sebesar US$ 4,037 miliar. Berdasarkan catatan sementara dari Biro Pusat Statistik, jumlah wisman ke Indonesia pada tahun 2005 berjumlah 5,007 juta atau mengalami penurunan sebesar 5,90%. Penerimaan devisa diperkirakan mencapai US$ 4,526 miliar atau mengalami penurunan sebesar 5,66% dibanding tahun 2004. Namun demikian angka perjalanan wisata di dalam negeri (pariwisata nusantara) tetap menunjukan pertumbuhan yang berarti. Di tahun 2005 diperkirakan terjadi 206,8 juta perjalanan (trips) dengan pelaku sebanyak 109,9 juta orang dan menghasilkan pengeluaran sebesar Rp 86,6 Triliun (Kementerian Kebudayaan & Pariwisata, 2005). Keseluruhan angka tersebut di atas,
Mencerminkan kemampuan pariwisata dalam meningkatkan pen-dapatan negara, baik dalam bentuk devisa asing maupun perputaran uang di dalam negeri. Pem-bangunan di bidang pariwisata nampaknya perlu mendapatkan perhatian serius, termasuk bagaimana menciptakan berbagai kreasi pariwisata termasuk di dalamnya pariwisata yang bernuansa edukasi dan lingkungan seperti ekowisata. Ekowisata merupakan bentuk wisata yang dikelola dengan pendekatan konservasi (Fandeli & Mukhlison, 2000). Konservasi merupakan upaya menjaga kelangsungan pemanfaat-an sumberdaya alam untuk kini dan masa mendatang. Pendekatan lainnya adalah ekowisata harus dapat menjamin kelestarian lingkungan. Maksud menjamin kelestraian seperti menjaga tetap berlangsungnya proses ekologis yang tetap mendukung sistem kehi-dupan, melindungi keanekaragaman hayati, serta menjamin kelestarian dan pemanfaatan spesies dan ekositemnya. Ekowisata merupakan alternatif wisata fantasi yang banyak diminati karena manfaatnya yang bersifat alami, segar, relatif murah, dan relatif mudah dalam pemeliharaan.
Sektor industri pariwisata pada tahun 2005 memberikan kontribusi 5,27 persen terhadap produk domestik bruto. Dengan demikian pembangunan pariwisata perlu mendapatkan perhatian khusus bagi pemerintah khususnya wisata alam (ekowisata), dengan kegiatan wisata bisa ditingkatkan jadi per-jalanan bisnis dan investasi. Pariwisata bisa menjadi alat untuk memacu Foreign Direct Investement(FDI), sehingga multipier effect terhadap kegiatan per-ekonomian semakin meningkat. Dampak positif yang ditimbulkan pariwisata terhadap perekonomian bukan hanya dari pengeluaran/konsumsi wisatawan manca-negara. Pengeluaran wisatawan nusantara dan penge-luaran wisatawan outbound (wisatawan Indonesia ke luar negeri) ketika mereka akan berangkat dan setelah kembali juga cukup besar dampaknya. Begitu juga investasi yang dilakukan industri pariwisata seperti hotel dan restoran serta pengeluaran pemerintah pusat dan daerah di sektor pariwisata turut memberi dampak yang besar terhadap perekonomian Indone-sia.
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasikan dan melakukan valuasi moneter manfaat yang diterima dari ekowisata (obyek wisata alam), memprediksi nilai ekonomi jasa ekowisata di Kabupaten Banyu-wangi dengan pendekatantravel cost, menganalisa dampak pariwisata (ekowisata) Kabupaten Banyu-wangi terhadap perekonomian daerah dengan pendekatan I-O.
Metode Penelitian
Data yang dikumpulkan dalam penelitian dalam penelitian ini mencakup data primer dan data skunder. Data primer data yang diperoleh secara langsung dari responden. Data primer dikumpulkan dengan cara wawancara dengan responden dengan langsung menggunakan daftar pertanyaan yang telah disedia-kan dan pengamatan langsung di lapang. Data sekunder meliputi kondisi umum ekowisata di Banyuwangi yang dikumpulkan melalui penelaahan peta, laporan penelitian, terutama dari Dinas Kehutanan, Kanwil Kehutanan.
Hasil Penelitian
Penentuan nilai ekonomi wisata didasarkan pada pendekatan biaya perjalanan wisata, yaitu jumlah uang yang dikeluarkan seseorang selama melakukan kunjungan ekowisata di Banyuwangi. Biaya tersebut meliputi biaya transportasi pulang pergi, biaya konsumsi, biaya dokumentasi, dan lain-lain termasuk biaya karcis masuk. Biaya konsumsi yang dimaksud adalah biaya konsumsi yang dikeluarkan selama melakukan kunjungan wisata dikurangi dengan rata-rata biaya konsumsi harian. Perjalanan wisata yang didasarkan pada biaya-biaya tersebut sangat ter-gantung pada masing-masing pengunjung dari masing-masing zona, karena masing-masing bagian berbeda.
Misal, masya-rakat dan pengusaha yang bekerja pada restoran, rumah makan dan warung dengan metode perhitung-an nilai tambah bruto, pendapatannya dikelompokkan ke dalam sektor restoran, rumah makan dan warung. Jadi perhitungan pendapatan regional dengan metode nilai tambah adalah penjumlahan balas jasa dari faktor-faktor produksi yang dimiliki masyarakat Banyuwangi, yang diklasifikasikan ke dalam 9 sektor, seperti sektor-sektor perekonomian dalam PDRB untuk tingkat regional atau PDB untuk tingkat nasional.